TAKEPAN BANDARSELA

Sumber: Rungkang Jangkuk, Desa Sayang-sayang, cakranegara

Tebal : 10,3 cm

Lebar : 3,1 cm

Panjang : 37 cm

Bahan dari lontar ditulis memakai huruf Jejawan dengan teknik toreh, bahasa Jawa Madya, tembang macapat, terdiri dari 75 lempir. Tiap lempir terdapat 4 baris tulisan, ditulis secara bolak balik rectovarso. Pada bagian samping kiri dan kanan diapit dengan kayu disebut takep (takepan). Isinya menguraikan tentang Prabu Jarum Marjum bermimpi melihat seekor kuda mempunyai tiga buah mata dua mata dikepala dan satu mata di dadanya, mereka ingin sekali melihat kuda tersebut, maka diperintahkan dua orang patih bernama Jangga Biru dan Jangga Petak untuk mencarinya. Didalam perjalanan mereka bertemu dengan pemilik kuda bernama Badik Walam sedang mengembala kuda persis seperti mimpi sang prabu. Patih Jangga Biru dan Jangga Petak meminta dengan baik-baik untuk mengambil kuda itu namun tidak berhasil, akhirnya dengan kesaktiannya mereka merubah diri menjadi manjangan yang bisa diajak bermain-main oleh Badik Walam, oleh manjangan Badik Walam dapat diajak sampai jauh dan meninggalkan kudanya, Badik Walam tersesat didalam hutan, ketika itulah Patih Jangga Biru dan patih Jangga Petak langsung merubah dirinya manjadi manusia dan membawa kuda itu kehadapan raja Jarum Marjum. Selanjutnya, Putri Prabu Jarum Marjum bernama Jumenengsari jatuh cinta pada Badik Walam, karena tidak bisa menahan cintanya yang membara maka Jumenengsari mendatangi kamar tidurnya Badik Walam sehingga terjadilah hal yang tidak senonoh, perbuatan mereka diketahui oleh negara, Badik Walam dihukum dan dimasukkan kedalam penjara sedangkan putri Jumenengsari menjadi gila. Atas bantuan Guru Alim dari Gunung Arga Pura Badik Walam dan Jumenengsari diselamatkan, Patih Wiradadu dibunuh dengan wuluh gading. Prabu Darum Marjum sangat sedih atas kematian patihnya dan akhirnya menjadi bencana cinta kasih yang penuh liku dan penderitaan. Kasih sayang seorang ayah menjadi duri dalam kalbu.